‘Negara maju disebut maju bukan karena orang miskin punya mobil, tapi saat orang kaya beralih ke angkutan umum’,” -Enrique Penalosa (Walikota Bolgota,Kolombia)
Indonesia saat ini sedang menjadi pusat perhatian di dunia dalam hal pertumbuhan ekonomi, bahkan merupakan yang terdepan di tingkat Asia Tenggara. Beberapa pendapat mengatakan Indonesia bisa bergabung dengan kekuatan ekonomi baru dunia di BRIC (Brazil, Rusia, India, Cina), karena mampu menunjukan pertumbuhan yang hampir sama dengan negara-negara tersebut.
Pertumbuhan ekonomi yang positif ini berpengaruh kepada banyak aspek kehidupan masyarakat Indonesia, salah satunya adalah munculnya kelas menengah baru di berbagai kota besar di Indonesia. Pada tahun 2012, studi Bank dunia menyebutkan bahwa kelas menengah di Indonesia saat ini berjumlah sebesar 56,5 persen dari 237 juta penduduk. Jumlah ini tumbuh 65 persen selama sembilan tahun, karena data pada 2003 menunjukan kelas menengah hanya berjumlah 81 juta jiwa. Kelas menengah ini mampu membuat detak kehidupan ekonomi menjadi lebih cepat, perputaran uang dari kebutuhan konsumstifnya saja dapat berpengaruh kepada tingkat inflasi secara nasional.
Berbagai dampak positif terkait pertumbuhan ekonomi ini harus mampu di kelola dengan baik oleh pemerintah, jangan sampai momentum yang ada di depan mata hanya terlewat begitu saja. Pemerintah harus tanggap terhadap perubahan yang terjadi begitu cepat, memberikan jaminan keamanan dan yang terpenting memberikan dukungan dalam hal infrastruktur dan layanan yang memadai. Salah satu yang paling penting untuk dilakukan perbaikan adalah sistem transportasi, pertumbuhan ekonomi di berbagai kota besar di Indonesia, membuat pergerakan penduduk antar daerah menjadi lebih aktif dan dinamis sehingga dibutuhkan suatu sistim yang terintegrasi.
Permasalahan yang ada dalam sistim transportasi kita saat ini adalah, kecendrungan masyarakat yang hanya memanfaatkan satu jenis moda transportasi saja. Tren ini dapat dengan jelas di amati di kota besar seperti Jakarta, sebagian besar penduduknya memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi dalam beraktifitas. Jumlah kendaraan bermotor di Jakarta mencapai 6,5 juta unit, di mana 6,4 juta unit atau 98,6 persen merupakan kendaraan pribadi, jadi tidak heran apabila ada yang meramalkan lalu lintas Jakarta akan mengalami deadlock dalam sepuluh tahun ke depan apabila tidak ada terobosan yang berarti, dan lebih mengenaskan lagi fenomena seperti ini juga muncul di kota besar lain seperti Bandung dan Surabaya.
TRANSPORTASI YANG MEMUDAHKAN
Salah satu cara yang ditempuh oleh pemerintah dalam mengatasi masalah transportasi ini adalah dengan menerapkan “Transportasi Antar Moda”, secara sederhana definisi ini dapat diartikan dengan penggunaan lebih dari satu moda transportasi antara satu dan lain nya saling terintegrasi sehingga menciptakan sarana berpindah yang efektif dan efisien. Sebenernya definisi “antar moda” ini seringkali tumpag tindih dengan “multi moda”, Prof Dr Ir Agus Taufik Mulyono, M.T memberikan defini antar moda sebagai berikut: situasi di mana penumpang dan atau barang menggunakan lebih dari satu moda transportasi dalam satu perjalanan yang berkesinambungan. Sementra multi moda adalah: merupakan transportasi barang dengan menggunakan paling sedikit 2 (dua) moda transportasi yang berbeda, atas dasar satu kontrak yang menggunakan dokumen transportasi multimoda dari suatu tempat barang yang diterima oleh operator transportasi multimoda ke suatu tempat yang ditentukan untuk penerimaan barang tersebut (Peraturan Pemerintah No 8 Tahun 2011 tentang Angkutan Multimoda).
Pemerintah sendiri sudah mengeluarkan berbagai legislasi untuk mendukung diterapkan nya integrasi transportasi yang efektif dan efisien. Beberapa bentuk legislasi itu antara lain: Legalitas penyelenggaraan transportasi antarmoda/ multimoda di Indonesia, di antaranya: UU No. 38/2004 tentang Jalan; UU No. 7 2012 22/2009 tentang LLAJ (Lalu Lintas & Angkutan Jalan); UU No. 23/2007 tentang Perkeretaapian; UU No. 17/2008 tentang Pelayaran; UU No. 1/2009 tentang Penerbangan; PP No. 8/2011 tentang Angkutan Multimoda; dan Kepmenhub No. 49/2005 tentang Sistranas (Sistem Transportasi Nasional); Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2011 tentang Angkutan Multimoda; Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2012; Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 8 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Multimoda.
Keterpaduan sistem transportasi angkutan penumpang dan barang dalam sistem Transportasi Antar Moda, bisa dikatakan berhasil apabila memberikan pelayanan yang efektif dan efisien. Termin “efektif” dalam angkutan penumpang tercapai bila memenuhi beberapa prasyarat yaitu: keselamatan, aksesibilitas tinggi, keterpaduan, , nyaman dan tarif terjangkau. Sedangkan “efisien” artinya banyak kalangan yang menggunakan sistem ini, tidak hanya terbatas pada beberapa kelompok kecil saja, dan memberikan pelayanan yang sama ke pada semua kalangan. Sementara untuk angkutan barang, termin efektif dan efisien lebih bertumpu kepada keselamatan, aksebilitas dan biaya yang layak secara komersial.
MOMEN PERUBAHAN
Pada akhir tahun 2015 mendatang, Indonesia sudah akan menerapkan Masyarakat Ekonomi Asean. Sebuah “pasar” tunggal di kawasan asia tenggara, sebuah inisiatif bersama untuk menarik investasi asing sekaligus meningkatkan daya saing menghadapi dominasi ekonomi Cina dan India. Kesepakatan ini memungkinkan arus barang dan jasa bergerak bebas di kawasan asia tenggara, mengakibatka kompetisi yang semakin ketat di antara negara anggotanya.
Dapat dibayangkan apabila sistem transportasi Indonesia masih belum maksimal, Indonesia hanya akan menjadi pasar dari negara-negara lain. Perputaran barang dituntut lebih cepat dan efisien, ekonomi biaya tinggi semestinya berhenti. Bayangkan jika negara tetangga seperti Singapura lebih cepat memasok kebutuhan pokok masyarakat di Jakarta, dikhawatirkan hanya kebutuhan konsumsi yang sederhana, kita hanya menjadi pembeli.
Saat ini pemerintah telah menyusun cetak biru arah pengembangan transportasi yang dituangkan dalam bentuk program optimasi, pengembangan dan pembangunan, serta aksesibilitas pada 25 pelabuhan utama, 7 terminal khusus CPO dan batu bara, 14 bandara kargo, 9 kota metropolitan, dan 183 daerah tertinggal. Di masa yang akan datang pemerintah di tuntut untuk lebih siap dalam mengimplentasikan berbagai rencana yang telah disusun mengingat urgensi dari keterpaduan transportasi ini, jangan sampai Indonesia tertinggal dengan negara tetangga hanya dikarenakan ketidaksiapan dalam pengaturan transportasi.